Selasa, 18 September 2012

Anak Krakatau, Sejuta Pesona Penuh Perjuangan

Suasana Pelabuhan Merak Dini Hari
Pada akhirnya saya menimbang-nimbang kembali ketika teman saya untuk yang kesekian kalinya menawarkan paket wisata ke Gunung Anak Krakatau. Memang waktu itu saya berpikir sedikit ragu untuk berangkat ke Gunung Anak Krakatau, pertama karena akhir bulan yang pastinya dana segar hampir mendekati titik batas aman, kedua karena Gunung Anak Krakatau tergolong gunung yang “hiperaktif”. Setelah saya berpikir ulang, dengan pertimbangan kesempatan jalan-jalan ke Gunung Anak Krakatau itu merupakan kesempatan langka, serta paket wisata menarik yang ditawarkan termasuk snorkeling di beberapa spot snorkeling yang katanya menarik, saya menyetujui tawaran teman saya itu. Lagipula saya main hitung-hitungan biaya yang dikeluarkan jika berangkat sendiri tanpa melalui paket rombongan ternyata hampir sama, bahkan lebih tinggi dari paket rombongan. Benar saja, dengan Rp 400.000,00 sudah termasuk transportasi Jakarta-Pelabuhan Merak PP, Pelabuhan Merak-Pelabuhan Bakauheuni PP, Pelabuhan Bakauheuni-Dermaga Canti PP, Dermaga Canti-Pulau Sebesi PP, sewa kapal selama 2 hari 1 malam, penginapan di Pulau Sebesi, dan 5 kali makan selama liburan.
Hari Jumat, 31 Agustus 2012, setelah pulang kerja saya berkemas segala keperluan yang akan dibawa selama liburan. Rencana akan berangkat pukul 21.00 WIB. Masalah kecil terjadi ketika kamera digital saya tidak bisa hidup di saat detik-detik terakhir keberangkatan. “Battery Exhausted” tulisan itu yang berulang kali muncul ketika kamera digital saya hidup. Wah, ternyata tadi siang charging-nya tidak masuk. Liburan di suatu tempat wisata tanpa kamera saya rasa seperti rujak tanpa mangga muda. Saya sengaja mengambil analogi ini karena saya suka makan rujak (nggak penting, abaikan!). Untungnya battery saver portable saya sudah dalam kondisi fully charged sehingga bisa nge-charge kamera selama perjalanan. Kami berkumpul di depan UI Salemba. Setelah rombongan lengkap dan kami sedikit berkenalan dengan anggota lainnya, kami berangkat menggunakan bus ke Pelabuhan Merak pukul 22.30 WIB. Kami tiba di Pelabuhan Merak sekitar pukul 00.30 WIB. Dini hari itu Pelabuhan Merak cukup ramai dengan orang-orang yang akan menumpang kapal ke pulau seberang. Sekitar pukul 01.30 WIB kapal diberangkatkan, dan tiba di Pelabuhan Bakauheuni Lampung sekitar pukul 04.30 WIB. Kami berangkat dari Pelabuhan Bakauheuni menuju Dermaga Canti dengan angkot sewaan sekitar pukul 05.20 setelah sebelumnya beberapa diantara kami Sholat Subuh dan sarapan. Sampai di Dermaga Canti sekitar pukul 06.30. Segera kami ganti baju dan celana di toilet umum di sekitar dermaga karena saat itu juga kami akan menikmati indahnya bawah laut di titik snorkeling Pulau Sebuku Besar dan Pulau Sebuku Kecil. Setelah perjalanan laut selama sekitar 1 jam, kami tiba di titik snorkeling dimaksud. Langsung saja kami memakai perlengkapan snorkeling dan byurrr...!! Satu per satu masuk ke dalam air laut dengan dasar terumbu karang yang indah. Namun sayang kami tidak dapat menikmati keindahan terumbu karang dengan puas. Gelombang laut waktu itu sedang tidak bersahabat untuk snorkeling. Kami hanya menghabiskan waktu sebentar saja. Kamipun segera merapat ke kapal dan segera naik ke kapal untuk melanjutkan perjalanan ke Pulau Sebesi.

Menginap di Pulau Sebesi

Pulau Sebesi
Setelah melanjutkan perjalanan sekitar 30 menit dari Pulau Sebuku, kami tiba di dermaga Pulau Sebesi dengan disambut hiruk pikuk warga setempat di dermaga. Pulau Sebesi ini lumayan besar. Setelah turun dari kapal, kami diarahkan menuju tempat penginapan yang tak lain adalah rumah penduduk setempat yang sengaja disewa. Tidak terlalu besar, tetapi nyaman. Desa di pulau ini sangat tenang, dengan segala aktivitas penduduknya yang membuat kesan pulau ini bukan pulau yang sangat terpencil. Pada awalnya saya mengira pulau ini terbelakang dalam hal apa saja, tetapi ternyata saya salah. Dari segi pembangunan, pulau ini tidak jauh berbeda dengan desa-desa di daratan Lampung Sumatera. 
Jaringan listrik di pulau ini juga sudah tersedia, walaupun sepertinya PLN hanya menggunakan genset yang hanya hidup ketika malam hari, paling tidak untuk membuang kesan sedang berada di pulau nun jauh dari kemajuan. Jaringan telekomunikasi seluler juga sudah tersedia di pulau ini, walaupun sinyal tidak terlalu kuat, tetapi sudah cukup untuk daerah kecil di tengah luasnya samudera.

Umang-umang, Pulau Kecil Berbatu

Pulau Umang-umang
Sunset
Setelah kami makan siang dan beristirahat beberapa jam di Pulau Sebesi, kami memulai perjalanan ke Pulau Umang-umang yang jaraknya tidak seberapa jauh dari Pulau Sebesi. Hanya berlayar sekitar 10 menit kami tiba di Pulau Umang-umang. Kami sengaja mengambil waktu sore hari agar sekaligus dapat melihat sunset. Pulau ini sangat kecil, hanya butuh waktu beberapa menit untuk mengelilingi pulau ini. Di pulau ini banyak terdapat bebatuan hitam terhampar di sepanjang pantai layaknya di Pulau ‘Laskar Pelangi’ Belitung. Kami dapat melihat terumbu karang beserta ikan-ikan kecil di sekitarnya dengan sangat jelas, karena air di pulau ini sangat jernih dan dangkal. Setelah puas berendam dalam air, snorkeling, dan mengambil beberapa foto di pulau ini, kami kembali ke Pulau Sebesi untuk bermalam.

Tantangan di Balik Keindahan Gagahnya Anak Krakatau

Acara malam di Pulau Sebesi sebatas makan malam dan sedikit diskusi mengenai rencana esok hari. Kami sepakat untuk berangkat pukul 2 pagi karena kami berekspektasi bisa melihat batu pijar menyembur dari mulut Anak Krakatau yang akhir-akhir ini sedang labil. Kami bangun pukul 01.30 WIB. Segera kami menuju kapal dengan membawa peralatan yang diperlukan. Setelah semua sudah masuk kapal, perlahan kapal mulai bergerak menyusuri selat di bawah naungan purnama rembulan. Setelah beberapa menit berlayar, kapal oleng dihajar ombak dahsyat dini hari itu. Karena situasi tidak memungkinkan untuk tetap berlayar, nahkoda kapal memutuskan untuk route to base atau bahasa populernya kembali ke tempat semula alias balik ke dermaga. Kami mengurungkan niat untuk melihat meronanya semburan lava dini hari itu. Sedikit kecewa tidak bisa melihat momen yang sangat jarang itu. Pagi hari pukul 05.00 WIB kami melanjutkan rencana kami menuju ke Anak Krakatau yang sempat tertunda. Pada awalnya perjalanan kapal mulus hingga pada akhirnya setelah sekitar 30 menit perjalanan ombak besar terasa mulai menyergap lambung kapal yang kami tumpangi. Beberapa teman kami mabuk laut karena kerasnya ombak yang bertubi-tubi menghajar kapal kayu kami. Beberapa kali air laut masuk ke dalam kapal. Suasana semakin mencekam di dalam kapal kayu kami saat mengarungi luasnya Selat Sunda di pagi itu. Bagaimanapun juga kapal kami sangat kecil bila dibandingkan dengan besarnya gelombang saat itu. Situasi semakin dramatis ketika kami diinstruksikan untuk memakai pelampung masing-masing. Antara rasa takut, tegang, pusing, dan diselingi pikiran apakah kapal akan karam dihajar ombak? Sekitar 2 jam kami berada pada situasi seperti ini. Setelah kapal berjarak tidak terlampau jauh dari daratan Anak Krakatau, ombak mulai tenang. Setelah kami tiba di Anak Krakatau, kami beristirahat sejenak dan sarapan pagi.

Dentuman Anak Krakatau Menyambut Kedatangan Kami

Panorama dari Puncak Anak Krakatau
Selamat Datang di Anak Krakatau
Jalur Pendakian
Awan Panas Keluar dari Mulut Anak Krakatau
Suara dentuman terdengar dari arah puncak Anak Krakatau itu. Dentuman itu seakan pertanda sambutan bagi kami para pengunjung. Setelah sarapan, kami memulai pendakian. Debu vulkanik banyak berterbangan dimana-mana. Cuaca semakin terik ketika kami mendaki di punggung Anak Krakatau itu. Dari situ juga tampak mulut Anak Krakatau menyemburkan batuan pijar yang sesekali diselingi asap sulfatara. Setelah sekitar 40 menit pendakian, kami tiba di batas atas pengunjung. Seketika penat hilang ketika melihat pandangan luas sekitar. Laut membiru ditemani samarnya Pulau Sebesi jauh di sana. Hanya beberapa menit kami di puncak Anak Krakatau. Selain karena Anak Krakatau mulai mengeluarkan panas, cuaca siang itu sangat terik. Kami perlahan turun ke dermaga untuk melanjutkan perjalanan berikutnya.

Lagoon Cabe, Surga Snorkeling Anak Krakatau

Spot Snorkeling Lagoon Cabe
Sunset di Dermaga Canti
Setelah semua peserta naik ke kapal, kami melanjutkan perjalanan ke spot snorkeling terakhir yang katanya paling indah, namanya Lagoon Cabe. Benar saja, pemandangan coral di kedalaman 2 meter itu sungguh mempesona. Kami dapat melihat berbagai jenis ikan cantik beserta terumbu karang yang belum pernah kami temui sebelumnya. Keunikan di Lagoon Cabe ini kita dapat menaburkan remah-remah roti ke dalam air, dan dalam sekejap ikan-ikan cantik akan menyambar remah roti tersebut. Selain airnya jernih, biota laut di Lagoon Cabe ini merupakan yang paling beragam dibandingkan dengan spot snorkeling sebelumnya. Setelah puas bercengkerama dengan ikan-ikan, kami kembali ke penginapan di Pulau Sebesi sekitar pukul 12.30 WIB. Sesampainya di Pulau Sebesi, kami membersihkan diri dan berkemas persiapan pulang. Sekitar pukul 16.00 WIB kami meninggalkan Pulau Sebesi beserta keindahan-keindahan di balik ganasnya Selat Sunda. Kami sampai di Dermaga Canti sekitar pukul 17.30 WIB. Kami melanjutkan perjalanan pulang ke Jakarta dengan rute Dermaga Canti-Pelabuhan Bakauheuni-Pelabuhan Merak-Jakarta. Kami sampai di Jakarta sekitar pukul 00.30 WIB. Perjalanan petualangan menaklukkan Anak Krakatau berakhir 3 September dini hari dengan senyum puas.

1 komentar:

  1. ternyata selain sunrise di pahawang ternyata ada sunset yang bagus juga ya mas ?


    wisata dieng nih :Paket Wisata Dieng

    BalasHapus